>

Kalau Kompol Yuni Dipecat, Masyarakat Malah dalam Bahaya Besar, kok Bisa?

Kalau Kompol Yuni Dipecat, Masyarakat Malah dalam Bahaya Besar, kok Bisa?

JAKARTA – Kompol Yuni Purwanti Kusuma Dewi terancam dipecat secara tidak hormat dari Polri usai ditangkap karena menggelar pesta sabu bersama 11 anak buahnya. Perempuan perwira Polri dengan satu melati di pundak ini juga langsung dicopot dari jabatannya sebagai Kapolsek Astana Anyar Kota Bandung.

Akan tetapi, jika Kompol Yuni dipecat sekalipun, itu tidak bisa sepenuhnya menyelesaikan masalah. Hal itu disamapaikan Pakar psikologi forensik Reza Indragiri Amriel kepada JPNN.com, Kamis (18/2/2021).

\"WhatsApp

“Anggaplah mereka (Kompol Yuni dan 11 anak buahnya) dipecat. So what? Pemecatan memang bisa membersihkan institusi kepolisian?” tuturnya.

Sebaliknya, jika mereka dipecat, bisa saja malah membahayakan bagi masyarakat. “Jika tidak dipantau, para pecatan malah menjadi potensi bahaya bagi masyarakat,” sambungnya.

Karena itu, Reza mendorong agar kasus ini tidak berhenti pada pemberian sanksi lembaga dan pemidanaan.

Akan tetapi, juga harus dilakukan audit terhadap kinerja pelakunya selama ini.“Polri patut mengaudit kerja para oknum itu selama ini. Kalau kerja mereka berlangsung di bawah pengaruh narkoba, bisa dibayangkan efek destruktifnya terhadap layanan bagi masyarakat dan penegakan hukum,” tegasnya.

Menurutnya, dibutuhkan mekanisme kontrol untuk menghindari anggota Polri dari penyalahgunaan narkoba adalah harus ada terobosan baru. 

Salah satunya dengan mengadakan whistleblower system dimana semua personel polisi melakukan pengawasan satu sama lainnya. “Bahkan itu dijadikan sebagai salah satu indikator kinerja. Siapa pun personel yang melaporkan adanya oknum yang melakukan pidana, bisa memperoleh penilaian ekstra,” saran dia.

Mekanisme kontrol semacam itu menurut Reza bisa membantu institusi Polri dalam menyelesaikan masalah penyimpangan semangat jiwa korsa di lingkungan anggotanya.

 

“Pendekatan seperti itu bisa memecah blue curtain code (BCC),”

“BCC adalah jiwa korsa menyimpang yang acap menjadi kultur menyimpang di lembaga penegakan hukum, yakni kecenderungan personel untuk saling menutupi kesalahan sesama kolega,” pungkas Reza.\"\"

(jpnn/ruh/pojoksatu)

Sumber: www.pojoksatu.id

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: